Seorang gadis dengan rambut hitam lurus terurai
rapi mendatangi kelas kami. Ia anak kelas sebelah.
“ Ditunggu Bu Rina
di lab.Biologi !” Lalu ia melenggang pergi. Meninggalkan decak kagum teman - teman lelakiku.
Ini jam 9 pagi hari Jumat saat kelasku dijadwalkan
belajar biologi di lab. Tadi, Anka, temanku yang imut dan sangat-sangat cantik memberikan
kertas-kertas cerpennya padaku.
“Zafi, aku udah selesai loh bikin cerpen!”
Katanya semangat
“Mau baca !”
Jadilah
kini aku membaca cerpen yang ditulis Anka sementara Bu Rina menerangkan
pelajaran biologi, Jaringan Hewan.
Ceritanya dimulai dari perkenalan Anka dan Satria. Ini
lebih bisa dibilang curhatnya Anka. Anka dan Satria itu romantis sekali.
Menyenangkan melihat mereka bersama. Aku pernah 2 kali melihat Satria secara langsung.
Satria sering datang ke sekolah kami hanya untuk bertemu Anka, dari Jakarta!
Seperti itulah Satria sebagai pacarnya Anka, dulu. Mereka baru putus beberapa
minggu yang lalu. Jujur saja aku bingung mengapa bisa mereka putus. Beberapa
temanku berkomentar bahwa mereka malah akan merasa bersyukur mendapat pasangan
“layaknya” Satria.
Sudah lembar ke 10, mulai larut aku pada cerita buatan
Anka, Lalu semua pikiranku kabur ke masa lalu. Saat aku punya sebuah roman pula. Roman
yang sekilas bisa dilihat biasa, hanya saja aku bisa merasakan hal lain,rasa
tulus. Sangat tulus.Seperi Satria pada Anka, tapi dengan versi
berbeda. Versi hati ke hati. Entahlah. Tapi dia memang beda. Kami punya cerita
yang berbeda.
Wigara. Dia orang yang pertama kali membuat aku tersentak
akan pesonanya. Dia
orang yang pertama kali membuat aku ‘mood’ setiap saat. Matanya
teduh, gaya bicaranyanya, dagunya, hidungnya, suaranya, kuku-kuku jarinya,
telinganya, senyumnya, giginya yang berderet rapi. Aku – sangat – suka !
Dia
orang terdekat yang tidak pernah aku sadari awalnya. Tipikal
pendiam. Tapi Ia bisa jadi sangat riuh jika ada di sekeliling orang-orang
terdekatnya. Posturnya
ideal bagiku. Tidak kurus amat dan tidak tinggi amat. Tinggiku setelinganya.
Kulit Wiga sawo matang, sama sepertiku. Tapi kulit Wiga lebih matang, itu
karena ia sering main futsal. Rambutnya bergelombang,hitam legam. Aku
menggambarkaannya seperti Joe Jonas. Hampir mirip.
Suara Bu Rina membuyarkan lamunanku.
“Anak-anak tolong
lengkapi LKS-nya, Ibu sekarang izin silahturahmi dulu dengan anak kelas 12. Ibu
walikelas 12 ipa 4, Ditinggal dulu ya!” Bu Rina berlalu, keluar dari lab. Biologi dengan anggun. Bu Rina
memang cantik.
Sementara anak lainnya mencari-cari jawaban, aku cuma
terdiam. Di depanku ada 5 lembar LKS yang sudah terisi dan Buku Paket Biologi.
Eh. Biar aku ralat. Di depanku ada 5 lembar LKS yang sudah terisi dan sedang
diconteki oleh anak-anak kelas. Jadi aku melamun. Mengulang lagi cerita awal.
“La, ayo ke kelas.
Bengong terus,” Nufa mengajakku beranjak dari kursi lab. Aku,dinen,nada,lisma
dan nufa bersama-sama menuju kelas. Tadi sudah aku kembalikan cerpen buatan
Anka itu. Jujur aku suka ceritanya, tapi aku benci situasinya. Cinta terkadang
menyebalkan.
**
“Hayo loh! Yang
ulang tahun kok ngelamun terus,” Ari menghampiriku. Tidak dia kebetulan
lewat, habis shalat Ashar sepertinya.
“Apa ?”
“Kenapa sih? Wiga?” Ari terdiam di sebelahku. Ia seperti biasa, bersiap-siap menampung
ceritaku. Tapi aku Cuma tersenyum.
“Ga
penting ri. Udah sana kalau mau pulang, aku lagi melakukan ritual sore” Aku
mengibas-ngibaskan tanganku, menyuruh ia pergi sambil tersenyum.
“ Oh
yang dilapang ? Haha. Bener ga cerita? Ya udah. Aku pulang duluan ya. Jangan kayak anak ilang
kamu! Jangan malu-maluin! Aku ada nasehat, semua indah pada waktunya, ”
“Iya ri,”
“Selamat ulang tahun ya pemuja Wigara! Semoga
jadi deh kalian,”
“Apaan sih?”
“Dah! Inget jangan kayak anak ilang!”
Aku
mengacungkan jempolku sambil tertawa. Ari lalu pergi. Inilah yang aku butuh,
aku hanya ingin merenungkan sendiri. Merenungkan kebingungan
yang orang lain belum tentu mengerti.
Sebenarnya dari tempat ini pula – lantai 2 gedung sekolah
– Aku bisa memperhatikannya. Asyik bermain bola, tapi wajahnya. Tidak seperti
dulu. Seperti dulu saat aku pertama kali menyukainya, wajah yang teduh dan
meneduhkan. Sial. Walaupun dia berubah,perasaanku tidak berubah sama sekali.
Bodoh. Aku gagal untuk melupakan! Aku
memang tidak bisa lupa!
Saat sedang melamun, tiba-tiba ‘mereka’ datang!
Jam 17.05 sekarang. ‘Mereka’-orang-orang tidak tahu malu
itu siap-siap pulang dan aku masih menunggu jemputan. Semua bajuku basah.
Sialan Ari! Ia merancang untuk acara pembanjuran di hari ulang tahunku! Ia
pura-pura pulang dan akhirnya memberi kode untuk pelaksanaan acara. Dia tahu
keadaan hatiku tapi tetap saja melakukan acaranya.
“Zafi, pulang dulu ya? Selamat ulang tahun.” Tiwi tersenyum sambil melenggang pergi. Huh.
“Mba, mandi yang bersih ya? Tadi air banjurannya dari
kolam ikan” Kata Deni tertawa sambil menunjuk kolam ikan. Aku langsung
bergidik.
“Dah Zafi! Ini ada kado dari kita, semoga bermanfaat,” Nori,Meka,Terry
dan Niko menyerahkan kado itu, cukup besar.
“Makasih” kataku
sambil tersenyum kecil.
Ari dan Bagus menghampiriku. Kue sisa peperangan tadi
diletakannya di samping tempat aku terduduk diam.
“Ya,ini hadiah terakhirnya. Pulang dulu ya?” Bagus tersenyum
padaku. Aku Cuma mengangguk malas.
“Dadah, pemuja....”
Aku langsung menatap galak, Ari langsung tergelak sambil
menumpangka tangannya ke pundak Bagus, berjalan pulang.
Di pinggir lapangan, Wiga sedang minum botol air mineral yang harganya 1500 rupiah. Dulu Wiga sering mencoba untuk memasukkan bekas botol air mieral itu ke tong sampah.
Sayang sepertinya atraksi itu tidak bisa kulihat sore ini, air mineral di
tangannya itu masih penuh. Setengahnya pun belum habis. Tapi tiba-tiba,
“Lempar !” Aku mendengar Wiga
menyuruh temannya melempar. Radit. Radit melempar botol mineralnya yang sudah
habis pada Wiga. Lalu ia kembali melakukan kegiatannya, menggambar sesuatu
sepertinya.Setelah itu, ya bisa ditebak, Wiga lalu melempar botol mineral itu
ke tong sampah besar di sudut lapangan. Klotak. Masuk!
Aku
tersenyum. Hampir tepuk tangan dan langsung sadar saat tiba-tiba mereka
memperhatikanku. Aku diam saja,mengabaikan pandangan mereka. Sesaat kemuadian
Radit memekik kecil, memperlihatkan hasil gambar dari sketch booknya, lalu
mereka bersiap-siap pulang. Beberapa menit kemudian mereka lewat di depanku,
berjalan menuju gerbang. Wiga menatapku, dia menatap tajam. Kami yang matanya
bertemu. Huh. Ada
yang salah dengan bau badanku? Aku termenung lagi.
Drrrrrt..
I look at you
You look at me
(You can't tell me you ain't feeling them butterflies)
It’s obvious
there's some
chemistry
(I think I know why
it feels so right) …..
Handphoneku
berdeering. Telepon masuk, ibu.
“Halo
bu?”
“Halo,fi.
Ibu dan Ayah sudah nunggu depan sekolah,”
“Oh.
Tunggu sebentar ya? Zafi kesana.”
“Ya,”
Klik. Ibu mematikan telepon.
Aku menunggu sekitar 7 menit hingga yakin gerombolan Wiga
sudah menghilang dari lingkungan sekolah. Lalu segera berlari menuju gerbang
saat merasa mereka telah hilang, ternyata mobil merah metalik itu sudah
terparkir rapi. Menunggu lama rupanya.
Saat membuka pintu, ibu tersenyum. Ia menunjuk Wiga dan
teman-temannya yang sedang menuju tempat parkiran.
“Itu
Wiga kan?”
“Iya
bu”
“Tampan,”
Aku cuma tersenyum malas.
“Memang...tampan?”
“Ini ada titipan”
Ibu memberikanku sebuah bingkisan kado warna hijau
tosca.
“Dari siapa bu?”
“Dari mereka-mereka itu,”
Glek. Aku terdiam sebentar sambil memandang bungkusan
hijau tosca itu.
“Ga dibuka?”
Aku menatap ibu ragu. Ibu bercanda?
“Mana ayah?”
“Beli sedikit camilan, kamu lama sekali Zafi,”
Aku Cuma mengangguk sambil tetap menatap bungkusan itu.
Tebal seperti buku. Perlahan aku membuka bungkus kado itu, ibu sesekali
melirikku. Sebelum bungkusan itu selesai dibuka, Ayah masuk mobil.
“Putri
Ayah sudah remaja ya?”
“Dari mana mereka tahu ini mobil kita?”
Ibu tertawa kecil.
“Itu hadiah dari Ayah dan Ibu untuk putri kami yang sudah
remaja sekarang.” Ayah tersenyum sedangkan Ibu menahan tawanya. Aku hanya
cemberut.
***
22.03. Ucapan ulang tahun memenuhi jejaring sosialku,
satu nama aku cari : Wigara Sohernan. Ada! Dia mengucapkan selamat pada urutan
ke 19.
Wigara Sohernan
Happy Birthday
19 September 2011 . 15 hours ago via smartphone.
Aku
terlonjak senang.
Tapi
beberapa menit kemudian lonjakan itu hilang.
Wigara mengucapkan ulang tahun padaku hanya sebagai teman, tak ada yang spesial.
Aku berbisik dalam hati,langsung saja aku tutup jejaring sosialku dan pergi
tidur.
***
Pagi 21 September 2011
Sebuah bingkisan tersimpan rapi di dalam lokerku. Dari
siapa?
Happy Birthday, maaf
terlambat ya?
Masih
menunggu di sore hari kan? Semua akan
indah pada waktunya. Pasti.
AFA
Comments
Post a Comment